Sabtu, 21 September 2013

Remah Remah Roti


Mungkin, saya memang telah menjadi bagian dari generasi social media. Saya sudah terpengaruh trend “bahagia itu sederhana”.

Saya mengartikan kalimat tersebut adalah sebuah pelajaran agar kita mensyukuri hal-hal kecil.

Dan sungguh bersyukurlah kamu, bila memang kamu mudah sekali bahagia, bukan menjadi bagian orang-orang yang kebahagiaannya mahal serta syarat dengan ego.

Seperti halnya saya sangat bersyukur dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang saya temukan pada hal-hal yang seringkali dianggao remeh temeh. Seperti bahagia hanya dengan berlama-lama menggigit ujung kuncup daun bambu. Atau bahagia karena bisa menemukan orang batuk di selembar uang seribu. Ataupun bahagia karena bisa melakukan trik-trik sulap membalik koin. Dan hal-hal kecil lainnya, termasuk menulis hal sederhana seperti ini.

Semoga, saya dan kamu, dijauhkan dari pengetahuan bahwa membenci adalah salah satu jalan untuk bahagia.

Semoga, kebahagiaan saya dan kamu tidak ditentukan dari apa yang orang lain bagi di social media.

Saya, mungkin sudah terlanjur menjadi generasi social media, berkata-kata tanpa berusaha menyaring dan menimang-nimang terlebih dahulu kelayakan hal-hal yang akan dibagi. Tetapi, saya tetap bisa memilih menjadi generasi social media yang positif atau yang hanya sekedar menulis diary di ruang publik.

...

Merasa tersaingi itu perlu.

Yang percuma, merasa tersaingi tanpa ada kontrol hati dan emosi. Sehabis merasa tersaingi kemudian terlalu banyak peduli dengan karya orang lain, lantas membenci dengan merendahkan dan mengecilkan karya tersebut.

Merasa lebih baik, itu tidak baik. Karena baik tidaknya sebuah karya adalah relatif. Dan manusia bukanlah juri yang adil dalam menilai.

Merasa lebih baik itu baik, selama tidak ada keinginan merendahkan dan mengecilkan orang lain.

Merasa, selama itu kamu butuhkan untuk membuat hidupmu lebih hidup tak apa, hanya saja kamu harus mematuhi syaratnya, miliki kontrol hati dan emosi terlebih dahulu.

0 komentar:

Posting Komentar