Rabu, 26 Desember 2012

Pernah Mengecewakan Cinta



Seorang perempuan, umurnya belum genap dua puluh tahun, gemar meratapi hidup. Ia tahu itu adalah perilaku yang tidak baik, tapi biarlah, setidaknya hal tersebut bisa membuanya tenang, terlebih setelah beberapa kali cinta terbang dari pelukan.

“Cinta? Haha… entahlah, aku enggan membicarakannya. Entah sudah berapa kali ia menertawakanku, seolah aku lelucon paling menggemaskan di jagad raya.”  Begitulah jawabnya setiap ditanya tentang cinta.

Terkadang pada penanya ia menambahkan, “Cinta? Entahlah, aku sebenarnya malas membicarakannya. Sudah berkali-kali aku melukainya dimasa lalu, beberapa luka membekas dengan sangat jelas sehingga sulit untuk melupakan aku sebagai pelakunya. Mungkin itu yang membuatku berkali-kali mendapatkan jawaban tidak dari takdir, meskipun begitu inginnya aku akan cinta. Terlebih aku tak kunjung berubah menjadi pribadi yang lebih baik, seperti yang seharusnya.”

Ia pernah membaca kata cinta dari kamus yang telah usang, … bukan, tapi dari kamus yang kekinian, … ah, entahlah yang pasti ia membaca cinta dari kamus yang tidak seharusnya. Pada kamus yang tidak seharusnya tersebut arti cinta berbeda, dapat disimpulkan arti yang ia baca itu bukanlah cinta. Pembuat kamus itu pastilah tidak memiliki kemuliaan di hati, bagaimana bisa hal seagung cinta ia samarkan artinya. Ia juga membubuhkan nafsu dalam artian cinta, padahal sudah jelas tampak bedanya
...

“Sudah seharusnya ketika usia beranjak, pengertian akan rasa pun ikut dewasa. Membedakan kagum semata, suka, dan jatuh cinta seharusnya sudah jelas dimana letak bedanya. Seribu kali diberi berbagai perasaan tersebut tak akan membuat mati rasa kemudian menganggap semuanya sama … bila memang hati juga ikut bertambah dewasa bersama usia.” Kata seorang laki-laki yang usianya telah genap dua puluh tahun. Ia telah berteman dengan sang perempuan sejak mereka berdua masih bersekolah. Laki-laki itu bernama Bhibi, dan perempuan tersebut bernama Fafa.

Wajah Fafa murung. “Hatiku sedang tidak tumbuh. Ia telah lama asik bermain dengan dirinya sendiri dipojokan ruang rasa. Tak peduli dengan berbagai rasa yang lalu-lalang, meskipun beberapa rasa menyapa dan menawarkan permen warna-warni yang sejatinya sangat menggoda selera. Satu-satunya rasa yang masih sering mampir dan bermain bersama hati adalah rasa sedih, dan suasana yang seringkali ia nikmati adalah suasana sepi.”

“Sudah berapa kali kamu dikecewakan cinta?”

Fafa terdiam sesaat, matanya menerawang, menghitung-hitung berapa tepatnya ia pernah kecewa karena cinta. “Banyak …,”

“Berapa kali kamu mengecewakan cinta?”

“Tidak sebanyak dikecewakan cinta …,” jawab Fafa cepat “Tapi kecewa yang kuberikan jauh lebih besar  daripada yang kuterima. Dua kali, ah tidak-tidak … sepu … emh … seribu kali atau semilyar kali lebih sakit daripada semua yang kuterima.”

“Lalu kamu sekarang takut dekat-dekat dengan cinta?”

“Entahlah ….” Fafa memandangi wajah Bhibi, berharap Bhibi bisa segera menemukan jawaban sebelum hari-harinya kembali kelam dengan sempurna.

“Kamu tahu ada takdir baik dan takdir buruk?” Fafa mengangguk dengan cepat. “Terkadang takdir-takdir itu bukan kemauannya sendiri membawa kita kepada sebuah cerita, atau yang biasa orang bilang dengan kebetulan” Bhibi menyeruput kopi yang dibuatkan Fafa. “Semua kebetulan itu adalah rencana Tuhan yang jauh dari kuasa makhlukNya untuk mengerti bagaimana mekanisme kebetulan itu terjadi. Lalu dengan seenak hati, karena tidak mampu mengerti, makhlukNya member nama kebetulan.

“Tapi takdir kan juga rencana Tuhan?”

“Oh … iya, tentu itu. Itu yang mau aku katakana padamu.”

“Ah, kamu suka gitu, melebar kemana-mana.”

“Hehe …. Takdir tak pernah semaunya sendiri membawa kita kepada sebuah cerita. Apa yang kita lakukan dimasa lalu menjadi penyebab mengapa ia membawa kita. Hal baik akan membawa kepada cerita yang baik, hal buruk akan membawa kepada cerita yang buruk.”

“Tidak semua seperti itu, banyak orang baik yang menjalani kisah menyedihkan dan juga sebaliknya.”

“Tuhan sedang menguji, Fa … ujian tak selalu datang dengan wajah buruk rupa. Seringkali juga ia datang dalam bentuk yang cantik dan indah. Karena itulah seringkali banyak makhluk terperdaya.”

“Hemh … kalau selalu diberi ujian dengan wajah buruk rupa kita pasti mudah menebak ya? Lagipula nanti kita jadi cuma belajar satu hal saja. Tuhan Maha Mengetahui, Bhi!”

“Yap, kamu emang cerdas, Fa!”

“Dan pujian kamu barusan itu juga sebuah ujian sepertinya.”

“Haha, bisa aja. Kamu takut dengan masa lalu yang pernah kamu buat?”

Fafa mengangguk. “Sering banget aku merasa kurang pantas mendapatkan pasangan tiap kali dekat dengan seseorang. Tapi saat dia pergi, aku merasa menyesal telah melepasnya. Aku selama ini selalu percaya, pria baik ada untuk wanita baik. Sementara aku …?”

“Kamu juga baik, Fa …” Fafa membalasnya dengan senyuman. Ia tahu sahabatnya ini tak pernah mengatakan hal basa-basi hanya untuk menyenangkan hatinya. Ia selalu berbicara yang sesungguhnya.

“Fa, bila memang yang kamu takutkan adalah kamu akan menjalani cerita yang buruk, ada cara untuk menolak takdir itu. Pertama perilaku kita harus benar-benar menjadi sebaik-baiknya perilaku, agar Tuhan percaya bahwa kita memang telah pantas diamanahi pasangan hidup.”

“Lalu yang kedua?” Fafa tak sabar ingin mengetahui semua rahasia tersebut.

“Yaitu dengan doa-doa kita. Dengan doa, kisah cerita buruk yang kita takutkan bisa diputar balik menjadi kisah membahagiakan. Di dalam doa ada kasih sayang Tuhan yang luar biasa. Bahkan Tuhan sendiri yang meminta makhlukNya untuk berdoa.”

“Aku selama ini sudah berdoa ….”

“Kekuatan doa yang utama bukanlah pada kata, tapi kepada keyakinanmu akan doa-doamu. Percayalah Tuhan mengabulkan doa-doamu. Dan percayalah bahwa kamu adalah wanita yang baik, yang layak untuk kisah hidup yang baik pula. Bebaskan hatimu, Fa, bebaskan! Jangan biarkan penjara masa lalu membatasinya melihat birunya langit yang sejak kecil sangat kamu sukai.”

Air mata Fafa mengalir, membelai pipinya. “Bhi, ada lagi yang ingin kubicarakan. Kita memang telah tumbuh dan beberapa dari sifat kita telah berubah. Dulu, aku tak peduli bagaimana yang lainnya berkomentar tentang fisik orang yang aku sayangi. Tapi, sekarang aku terkadang terlalu melihat fisik. Bolehkah aku menyukai seseorang karena berawal dari aku terpesona dengan fisiknya?”

“Kamu tidak salah, Fa. Kita semua berhak mendapatkan yang terbaik, baik dari segi fisik dan juga jiwanya. Tetapi, kamu harus meyakinkan hati lagi, karena terkadang menyukai karena fisik itu tak bertahan terlalu lama, apalagi bila ada yang memiliki fisik yang lebih baik.” Bhibi kembali menyeruput kopinya yang mulai dingin. “Mungkin kamu harus lebih sering menutup mata dan membuka hati. Agar nanti jiwamu akan menjadi lebih peka untuk melihat apa yang kamu butuhkan, bukan sekedar apa yang kamu inginkan sehingga nanti tidak salah pilih.”

Fafa dan Bhibi saling pandang. Bertukar pandangan hangat seorang sahabat.

Romantis....

“Begini, Fa, suatu hari aku pernah bertemu dengan seorang kakek yang mengayuh sepeda tua, dibelakang sepada itu ada nenek yang memeluk pinggang kakek dengan erat. Sesekali kakek itu menoleh ke belakang dan mengatakan sesuatu, lalu mereka berdua tertawa bersama-sama. Cinta seperti inilah yang seharusnya patut kita contoh. Bukan semata fisik.” Kopi yang suhunya telah turun sedari tadi kembali diseruput Bhibi. “Pernah juga aku melihat sepasang orang difabel sedang bercengkerama di sebuah kafe. Sang lelaki tak memiliki tangan yang sempurna sementara sang perempuan tak memiliki kaki yang sempurna. Ketika mereka berdua mau pulang, sang perempuan membantu lelaki mengenakan jaketnya, dan sang lelaki mendorong kursi roda sang perempuan dengan tangannya yang tak sempurna. Mereka berdua tersenyum-senyum bersama, tak terlihat segorespun  rasa sesal memiliki takdir seperti itu. Ketidak-lengkapan mereka tidak menjadi masalah karena ada kekasih yang telah membuat hidup masing-masingnya lengkap. Sungguh, Fa, saat itu, detik itu juga aku sangat iri dengan mereka berdua, aku cemburu. Ingin sekali aku memiliki cinta sebesar yang mereka miliki.”

Indahnya...

Fafa tersenyum mendengar cerita Bhibi.

“Mereka yang secara fisik kurang, bisa dengan sangat indah memaknai cinta. Kita yang lengkap sudah seharusnya bisa memaknai cinta dengan indah juga. Tidak termakan tipu daya fisik semata, Fa.”

Fafa dan Bhibi kembali saling berpandangan.

“Kamu kenapa, Fa, senyum-senyum sedari tadi?”

“Aku mencari tempat berhenti….”

“Hemh?”

“Tempat berhentinya hatiku … aku sudah menemukannya. Semoga ….”

“Iya, amiin ….”

Mereka berdua kemudian bertukar senyum beraroma kopi.




Minggu, 02 Desember 2012

Persepsi

Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. - Wikipedia



Setuju atau tidak, percaya atau tidak, kita pernah terjebak oleh persepsi. Mengotak-kotakkan sesuatu berdasarkan pemikiran kita. 

Bahkan seringkali kita mengkotakkan diri sendiri ketika sedang bersama siapa atau sedang menekuni apa. Ketika sudah tidak diterima lagi di sebuah lingkungan, lalu kita mencari-cari teman, kemudian menyebut diri sendiri dan teman-teman itu sebagai sebuah kelompok-entah-apalah-namanya. Seperti aliran musik yang ketika musisi tersisih atau tidak mendapat tempat, ia akan mencari ruang kemudian menancapkan bendera atas namanya, lalu ia pun menjadi aliran baru. Tidak hanya dalam seni, dalam hidup kita ini hampir segala sesuatunya menjadi perlu untuk dispesifikkan.

Itu dalam profesi dan aliran seni yang memang perlu untuk dikotak-kotakkan agar lebih mudah dalam menyebutnya ketika membutuhkan. Tidak lucu bila ketika kita sangat membutuhkannya ternyata kita menyebut secara asal.

Yang membuat miris bagi saya adalah ketika persepsi kita mengkotak-kotakkan yang lebih dari itu. Warna kulit, bahasa, agama, suku, harta, pangkat, jabatan, pendidikan, strata sosial, pekerjaan, kepandaian, nilai IP, dll. Hanya karena semua itu kemudian kita menilai mentah seseorang, semua itu sekali lagi karena persepsi. Tak apa bila memang segala perbedaan itu dilihat sebagai hal yang jelas, tapi yang menjadi soal adalah ketika pengkotak-kotakkan itu kemudian menjadi kesenjangan sosial atau bahkan permusuhan, parahnya hingga timbul pertikaian.

Termasuk saya, beberapa teman pernah bercerita bahwa mereka seringkali menilai seseorang hanya berdasar persepsi awal. Bahkan kebanyakan rasa benci terhadap seseorang itu semata karena berdasarkan persepsi, orang yang dibenci tersebut tidak sejalan dengan apa yang diinginkan persepsi.

Seharusya segala perbedaan itu tak perlulah terlalu menjadi soal, bila memang hal tersebut adalah sebuah masalah besar yang sangat mengganggu, sudah semestinya Tuhan membuat semua manusia itu sama. Padahal dalam firmanNya, Tuhan memang telah menciptakan kita semua berbeda karena ada maksudnya.

Ah sudahlah, tak perlulah perbedaan pendapat, tidak setuju dengan tulisan ini, menjadi soal. Apalagi sampai perlu berdebat menacari yang paling benar. Karena sekali lagi, ini hanya persepsi saya, dan Tuhanlah letak segala benar.


 

Senin, 19 November 2012

PERGILAH, AKU TAK AKAN MENCARI




Jangan bodoh, tak perlu menghabiskan waktu 
hanya untuk perasaan yang bahkan 
tak pernah sampai ke tujuan. - ical

Aku diajari cara meninggalkan perasaan oleh sahabat terbaik. Butuh keberanian lebih, selain rasa rakit yang pasti ada, mungkin saja itu hanyalah kecewa - aku memang suka melebih-lebihkan.

Nyaman rasanya bila menyusuri jalan kota kala hujan pertama usai tepat ketika lampu-lampu mulai berkelipan, aroma basahnya tak tergantikan kecuali oleh rindu kepada entah siapa pujaan kita. Kita akan nyaman berjalan sembari memandangi mereka yang juga tengah melakukan hal serupa.

Seperti itu pula seringkali kita terlalu nyaman singgah pada sebuah perasaan sampai-sampai kita terlalu takut untuk meninggalkannya. Menggelengkan kepala ketika ada yang mengulurkan tangan agar dapat keluar dari kesedihan. Menolak ketika ada seseorang lain menawarkan masa depan dan lebih memilih berdiam diri bersama masa lalu. Berusaha memeluk waktu seerat-eratnya kala bersama canda-tawa-bahagia. Seringkali kita terlalu nyaman berada dalam sebuah rasa hingga kita menua bersamanya.

Tidak berani untuk segera menghapus kesedihan. Tidak berani menjalani masa depan baru karena kenangan masa lalu dirasa terlalu indah untuk ditinggalkan. Tidak berani untuk berhenti bercanda-tertawa karena takut setelahnya kehidupan akan menyuguhkan duka-kesialan. 

Tidak berani meninggalkan rasa sayang yang terlanjur ada.

Tidak berani ataukah merasa sayang bila rasa yang terlanjur tumbuh itu tak dirawat hingga berbuah?
Merasa sayang ataukah takut rasa yang telah tumbuh itu tak akan muncul lagi?
Takut ataukah merasa sayang  segala usaha untuk menyayanginya menjadi sia-sia?

Beranikah kita meninggalkan rasa sayang yang terlanjur ada? Yang terlanjur membuat kita bahagia bahkan ketika ia yang menyebabkan rasa sayang ini tumbuh, tak pernah tahu kita menyayanginya?

Iya, ia tak perlu untuk tahu bahwa kita menyayanginya. Karena tidak semua hal baik perlu diketahui. Bila memang rasa sayang kita adalah yang terbaik, Tuhan akan memberitahukan kepadanya lewat cara-caraNya yang tak pernah bisa kita jangkau. Tetapi memang pada beberapa keadaan, jatuh cinta diam-diam memiliki makna kesia-siaan.

Jatuh cinta diam-diam adalah sakit hati yang direncanakan.
Jatuh cinta diam-diam adalah akhir yang sudah dapat dipastikan.
Jatuh cinta diam-diam adalah angan berlabel harapan.
Jatuh cinta diam-diam adalah rasa yang terlalu dibesar-besarkan.
Iya, memang aku suka membesar-besarkan.

...

Jangan berbesar kepala merasa telah pergi, lihat lebih jelas lagi,
sebenarnya dialah yang tak pernah mencari. - ical

Menghindar atau pergi adalah cara untuk menjaga agar rasa yang telah tumbuh tak menjadi lebih besar lagi. Menghindar atau pergi adalah cara untuk mengusir rasa takut bila rasa yang masih dalam skala kecil ini ternyata nyata, bukan karena alasan sesaat semata. Menghindar atau pergi juga dapat digunakan sebagai cara untuk membohongi diri bahwa rasa sayang itu tak ada, itu hanya palsu, khayalan semata. Berbagai upaya itu tak selalu berhasil. Yang membuatnya gagal seringkali karena kita ditusuk oleh rindu. Lalu, berkeras kepala menunggu, hati siapa yang lebih lemah menahan berjuta rasa tidak nyaman karena rindu.

Bodoh atau apa sih sebenarnya kita? Melawan rasa sayang yang ada dihati. Bodoh atau apa sih kita? Tidak semua orang dianugerahi rasa istimewa itu dan kita memilih berpisah.

Tahukah kita bagaimana ketika memilih meninggalkan rasa sayang yang terlanjur tumbuh? Itu seperti mencabut kecambah yang baru saja muncul dipermukaan tanah, mencabutnya harus sampai ke akarnya, dan meninggalkan bekas di tanah. Butuh waktu, butuh hujan atau angin untuk membuat bekas itu menghilang.
...

Aku masih di sini sembari mendewasakan diri. 
Mungkin saja kamu kembali 
ketika rindu itu tak mampu kau tahan lagi. 
Tetapi, saat itu mungkin rasa yang dahulu telah layu, 
atau mungkin sudah tiada. - ical

Sebenarnya tak perlu kita saling berpaling bila memang rasa sayang yang terlanjur tumbuh itu tak dibutuhkan. Kita hanya perlu bercerita seperti kala pertama kali kita saling menemukan di bawah bulan purnama ketika hujan telah usai tepat ketika adzan isya berkumandang. Kita hanya perlu untuk saling tertawa dengan canda-canda gila, yang bahkan terlalu gila untuk dunia khayalan.

Aku tahu, kita sama-sama merasakan sakit ketika kita tak lagi berucap apapun. Aku tahu, kamu terlalu keras kepala, hanya saja melunaklah kepada rasa rindu, aku takut hatimu menjadi keras dan tidak lagi menjadi perasa yang baik. 

Aku mengerti, kita sama-sama meradang untuk bisa bersama lagi. Tapi nasibku memang masih begini, entah kamu harus muncul berapa kali lagi dalam hidupku agar kita bisa berbagi langit yang sama. 

Sudah, rasa ini kutinggalkan, bukan untukmu, tapi untuk waktu yang telah mengantarkan kita kepada beraneka cerita.

Selamat tinggal. Pergilah, aku tak akan mencari.
Pergilah.
Hiduplah dengan baik.


 
Pedih

Minggu, 18 November 2012

PUAS MEMBENCI


Saya rudah puas dengan amarah, benci, saling sindir, caci atau membicarakan berbagai keburukan. Ketika itu setiap hari saya sulit sekali menemukan kasih sayang di rumah. Hingga saya harus berlari tanpa tujuan, saya harus mendebatkan kehidupan, saya harus memperjuangkan hak bahagia saya yang sedang diculik oleh keadaan.

Saya tahu, bahwa saat itu segalanya menjadi mengerikan karena memang keadaan yang tak mau bermurah hati memberi kebahagiaan. Jalan keluar yang saya pilih adalah merubah keadaan dengan sedikit keberanian.

Ternyata, saya tidak cukup dewasa ketika Tuhan kembali sedikit mengotak-atik keadaan. Kembali rasanya dunia ini sesak sekali. Kemanapun melangkah hanya amarah dan benci yang ditemui. Puaslah saya membenci dan marah-marah untuk kedua kalinya. 

Apakah ada manfaatnya? 
SAMA SEKALI TIDAK, KAWAN!

Lalu apa yang saya dapat? 
KERUGIAN!

Sekarang, miris rasanya bila menemui orang-orang disekitar membicarakan hal-hal tidak baik yang telah saya alami dimasa silam, yang tak sedikitpun memberi keuntungan.

Setiap kebahagiaanmu memang layak untuk kamu miliki. Tapi bila kebahagiaanmu adalah rasa amarah atas hal-hal yang mengganggumu, kebahagiaanmu adalah membenci hal-hal yang menyakitimu, kebahagianmu adalah mencaci hal-hal yang tidak kamu sukai, apakah tepat itu kamu sebut bahagia. 

Bukankah bahagia adalah rasa ketika hatimu dipenuhi oleh berjuta bunga warna-warni, dibalut oleh langit biru, awan selembut kapas, dan diisi oleh lagu-lagu bernada mayor yang kamu suka, yang mampu membuatmu tersenyum hanya untuk alasan yang sangat sederhana?

Apakah ada rasa lega setelah marah, mencaci atau membenci? Bila bagimu ada, maka lanjutkanlah keseharianmu itu, karena mungkin itu satu-satunya cara yang kamu tahu untuk bahagia. Aku tak akan mendebatkannya lagi, tapi ketahuilah kebencianmu itu tak pernah sekalipun menggambarkan apa atau siapa, hal-hal atau orang-orang yang kamu benci, sebaliknya, semuanya itu menggambarkan betapa sempitnya hatimu, menggambarkan dengan jelas siapa dirimu.

Berhentilah sejenak ketika hendak melontarkan kata-kata amarah baik itu caci, maki atau sindir, sedetik saja bayangkan rasanya menjadi mereka yang telah kamu caci atau maki. Berhentilah sejenak ketika hendak menuliskan berbagai tweet atau status tentang hal-hal yang mengganggumu secara pribadi, sedetik saja rasakan seperti apa bila kamu menjadi dia yang sedang menjadi sasaran amarahmu. Apakah menyenangkan menjadi yang dibenci? Yang dicaci? Yang dimarahi? 

Kita semua memiliki masalah masing-masing, dan tak perlu kita mengumbarnya agar orang lain tahu. Yang lebih menyedihkan adalah ketika hal-hal yang kita benci diceritakan kepada teman, bukan berarti teman juga harus ikut membenci apa yang mengganggumu. Bila hal yang mengganggumu perlu sebuah kritik, maka ucapkanlah dengan cara yang tepat. Karena dirimu pun akan sakit hati bila mendapat kritik dengan cara-cara yang tidak baik.

Membenci orang lain, atau sekedar amarah sangat besar kemungkinannya untuk melahirkan kebencian dan amarah pula dari orang tersebut. Dan kamu akan membalasnya, lalu ia kembali merespon, lalu sampai dimanakah hingga segala kebencian itu cukup untukmu? Tak pernah, karena itu adalah segala bentuk nafsu yang setan telah ajarkan pada hatimu yang terlanjur pijar berapi-api.

Hal yang mengerikan adalah bila semesta sudah bosan dengan segala amarah, caci dan benci darimu, kemudian semesta mengutukmu dengan berbagai kesialan setiap harinya, sehingga tak lagi kau temui bahagia kecuali hal-hal yang bisa kamu caci untuk sesuatu yang selama ini kamu anggap itu bahagia. Yang lebih mengerikan adalah bila segala kebencianmu itu melahirkan rasa malas para malaikat untuk mendoakan kehidupan baik bagimu. Dan yang paling mengerikan adalah Tuhan sudah tidak mau lagi menghiasi hatimu dengan Nur-Nya. 

Apa kamu mau segala hal buruk itu terjadi padamu?
Bila setelah membaca ini kamu masih menikmati caramu berbahagia dengan membenci, mencaci, menyindir atau membicarakan keburukan orang lain dibelakang, maka aku tak akan pernah lagi mendebatkannya. Karena aku telah mengetahui bahwa Tuhan berkata tidak untuk hal-hal seperti itu, dan karena Tuhan mengatakan seperti itu, maka itu adalah yang terbaik, karena Tuhan adalah Maha Mengetahui dan Maha Penyayang.

Bahagia itu tidak melukai diri sendiri dan orang lain. - @MerryRiana

Saya tidak hidup dua kali. Saya tidak mau lebih pandai menghitung kesedihan dan kebencian, lalu lalai menjumlah kebahagiaan yg memeluk saya. - @falafu

Hiduplah dengan baik kawan, hiduplah dengan bahagia.



Kamis, 01 November 2012

PERIHAL: MEMBONCENG, YANG TIDAK DISUKAI, KESEMPATAN

djkjkhjhnmnmm

Membonceng bukanlah perihal sepele bagiku. Hal ini berlaku setelah dulu pacar harus berdarah setelah kulitnya beradu dengan aspal. Luka harus ia dapat karena kecerobohanku yang seharusnya bisa diminimalkan. Membonceng tidak lagi menjadi hal sekedar membawa seseorang dalam boncengan untuk sampai ke tujuan. Membonceng kini menjadi perihal tangung jawab.

Ia yang ada di boncengan telah menitipkan kenyamanan dan keselamatan dirinya dalam bagaimana caraku berkendara. Bagaimana membonceng bisa menjadi perihal sepele?

Meskipun tak pernah berkata, kepercayaannya memilihku untuk menjadi pengemudi yang membawa ia sampai ketujuan adalah sebuah tanggung jawab untuk membawanya ke tempat yang dituju tanpa kurang sesuatu apapun. 

Sebisa mungkin, polisi tidur tak membuatnya kesakitan karena terantuk, lubang jalanan tak membuatnya kaget dan kesakitan, dan sebisa mungkin debu tak menyelinap masuk ke matanya karena itu akan membuat airmatanya keluar. 

Membonceng bukanlah perihal sepele, setidaknya bagiku. Karenanya, sebisa mungkin aku akan berhati-hati ketika seseorang memberikan kepercayaannya untukku menjadi pengemudinya.

Mungkin suatu saat nanti, ketika telah ada seorang wanita yang mempercayai aku sebagai pengemudi hidupnya, aku telah terbiasa untuk berhati-hati dan membawanya sampai ke tujuan dengan selamat tanpa kurang suatu apapun. Atau mungkin, malah ia akan berbahagia karena kenyamanan yang kucipta.

NB : boncengan motorku sekarang jarang ada yang mengisi. :)

...

Apa kamu pikir cinta itu hanya rasa suka? - Ical Bhima

Cinta itu bisa menyelinap dimana saja, dan seringkali ia berubah-rubah wujudnya, sampai-sampai aku tak bisa mengenalinya, kecuali ada yang memberitahu. Yang tidak aku sukai bukan berarti itu bukan cinta. Yang aku benci bukan berarti itu bukan cinta. Yang tidak membuatku nyaman bukan itu buka cinta.

Seorang adik kecil menangis karena dilarang ibunya hujan-hujan di pertama kalinya hujan turun. Adik kecil tentu saja tak  suka dengan larangan ibunya, terlebih ia melihat tempat sepermainannnya berlarian sambil tertawa riang dibawah guyuran hujan. Larangan yang tidak disukai itu adalah cinta yang hangat, cinta paling besar yang bahkan ujung-ujung semesta tak sanggup menjadi batasnya. Larangan itu adalah cinta yang akan menjadi hal paling dirindukan oleh adik kecil itu ketika ia tumbuh besar nanti.

Banyak dari pengendara di Surabaya begitu membenci traffic light. Beberapa kerap menerobos meskipun lampu di jalurnya masih merah. Beberapa kerap membunyikan klakson denga penuh emosi ketika lampu hijau baru saja menyala, seperti pengendara di depan itu buta warna. Mereka membenci traffic light. Bila saja mereka tahu sejarah mengapa traffic light diciptakan mungkin mereka tak akan membenci dengan sangat.

Pernah aku membaca di sebuah buku, kurang lebih seperti ini. Suatu hari ada pengendara mobil yang tahu bahwa traffic light telah berwarna kuning, dan sebentar lagi akan berubah merah. Ia tak mengurangi sedikitpun, kecepatan malah ia menginjak gas lebih dalam. Ia berhasil melewati traffic light itu, namun tepat setelah traffic light ada polisi yang siaga bila ada pengendara nakal sepertinya. Polisi meniup peluit dan memberi tanda agar pengendara itu menepi. Sambil mengomel-ngomel sendiri pengendara itu menepi. Ketika polisi itu mengetuk kaca mobil, pengendara itu masih menekuk wajahnya ke dalam. Polisi menyerahkan secarik kertas yang diterima dengan kasar oleh si pengendara mobil. Tanpa ia duga polisi itu tersenyum dan mengucapkan salam kemudian pergi meninggalkannya. Kertas itu pun dibuka dan kertas itu berisi:
"Beberapa tahun yang lalu, aku mengendarai mobil dengan kencang bersama putriku yang masih berusia lima tahun. Dan karena kecerobohanku, kami mengalami kecelakaan dan nyawanya tak bisa diselamatkan. Berkendaralah dengan hati-hati agar kamu dan orang yang bersamamu selamat. Dan agar kamu tak mengalami rasa sesal sebesar yang ku pikul."
Pengendara itu kemudian menangis dan mencari polisi yang sudah pergi entah kemana.
Traffic light yang begitu dibenci banyak orang bukanlah alat yang berfungsi untuk menampung segala rasa benci dan amarah pengendara. Ia dicipta dengan penuh cinta, untuk memberi kesempatan yang sama kepada pengendara untuk mendapatkan jalan, dan menjaga pengendara dari celaka.

Banyak hal-hal yang sepertinya bukan cinta, tetapi sejatinya itu adalah cinta. Begitu juga sebaliknya, banyak hal yang sepertinya cinta nyatanya bukan cinta. 

...

Bila tak memiliki kesempatan, carilah. Bila mencari pun tak menemukan, ciptakanlah. -@Alandakariza

Hidup memang perlu tumbuh, berkembang menjadi lebih besar dan lebih besar lagi, agar lebih bermanfaat bagi lebih banyak orang. Karena Nabi bersabda, "Sebaik-baiknya orang adalah yang bermanfaat bagi lainnya."

Aku ingin sekali tumbuh menjadi lebih baik setelah dua tahun merutuki keadaan yang membuatku terpuruk akhirnya. Aku pun mencoba perlahan menjelajah berbagai tempat untuk mendapatkan kesempatan. Dan akhirnya kesempatan pun aku dapatkan, namun sayang kesempatan yang aku miliki tidak membuatku berkembang, malah merasa kesempatan itu tak membuat aku merasa dibutuhkan. Aku pun memutuskan untuk mncari kesempatan lainnya.
Dan seperti yang sudah dialami banyak manusia lainnya, bila ada niatan baik, maka Tuhan akan membukakan jalan. Dan semua itu berawal dari sebuah kegiatan nasional yang menurutku sangat keren dan menjadi stimulan bagi pergerakan pemuda ketika acara tersebut pertama kali ada hingga kini sudah tahun ketiga. Acara itu adalah IYC, Indonesian Youth Conference. Sebuah acara anak muda yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu Forum : mengumpulkan aktivis muda dari seluruh provinsi di Indonesia untuk dilatih; dan Festival : belasan seminar yang diselenggarakan daam satu hari ditambah dengan pertunjukan musik dan seni lainnya. 


Someday punya tim seperti ini juga.



Tuhan pun semakin menunjukkan jalan-jalan yang harus aku lewati dan mempertemukanku dengan orang-orang dan kisah-kisah yang tak terduga.
"Kebetulan adalah cara tuhan menyampaikan sesuatu secara anonym" -Albert Einstein

Saya pun memutuskan bergabung menjadi volunteer dikali pertama saya ikut kelas Akademi Berbagi. Walaupun belum pernah bantuin kelas karena masih bentrok dengan KKN rematik tematik.


Mbak Ainun Chomsun sang Pendiri


Akademi Berbagi, gerakan sosial yang peduli kepada pendidikan Indonesia dan membuka berbagai kelas dengan tema beragam, dan semuanya GRATIS!

Selain mencari dan akhirnya menemukan, saya bersama Lely, Fakultas Hukum UNAIR menciptakan gerakan yang bertujuan untuk menampung suara-suara pemuda dan menginspirasi pemuda untuk terus melangkah demi Indonesia. Gerakan itu kami beri nama KATAKAN!

SUARA PEMUDA, MASA DEPAN INDONESIA!
Acara pertama yang telah dilaksanakan oleh kami adalah peringatan sumpah pemuda yang kami lakukan tanggal 29 Oktober 2012 kemarin di deretan pohon depan Fakultas Farmasi UNAIR.

Terimakasih Ksatria Airlangga!

Saya juga mengkreasi sebuah acara baru di fakultas sendiri yang tetap mengutamakan berbagi dan menginspirasi. Mendekatkan jarak antara dosen dengan mahasiswa, dan semoga ke depannya dapat bersinergi tidak hanya masalah belajar di kelas, tapi lebih dari itu.

Pharmacy!!!

Semua kesempatan itu adalah pintu yang mengantar kepada ruang-ruang yang lebih dekat kepada ruang diana impian kita disimpan baik oleh Tuhan dan dijaga oleh ribuan malaikat-malaikat yang tak luput mendoakan agar pemilik impiannya sampai dengan selamat sebelum ajal menjelang.

Sabtu, 27 Oktober 2012

Semoga Tak Satupun Malaikat Tahu



Namaku Nade.
Sedikit terdengar seperti orang Bali karena namaku serupa dengan kata MADE, tapi aku murni keturunan Jawa. Ini adalah sebuah catatan yang aku tak ingin dibaca satupun malaikat. Aku khawatir setelah malaikat mengintip catatan ini, ia akan berhenti mendoakan hal-hal baik untukku, ia lebih sibuk untuk bersandar di pundakku sambil menangis. Aku enggan untuk menenangkannya, karena aku tak pernah tahu cara untuk membuat tangisan malaikat berhenti.

Aku terlahir dengan kebutuhan khusus. Butuh untuk disayangi dan mendapatkan perhatian lebih. Setahun yang lalu, Mbakku harus lebih dulu meninggalkan sisa-sisa manusia di Bumi. Satu-satunya saudara kandung yang tawa lepasnya mengingatkanku kepada kebebasan, lengkingan pertengkaran kami yang mengajarkanku tentang mempertahankan diri - dari omelan-omelan, dan perhatiannya yang tak akan pernah tergantikan, karena ia saudara kandungku satu-satunya.

Ketika itu, aku sampai di kota kelahiran tepat saat adzan maghrib memanggil makhluk bumi untuk pulang. Sebuah berita kurang mengenakkan menyambutku dengan tangan terbuka. Mungkin karena fisikku yang lelah membuat telingaku tak menangkap berita itu dengan kesedihan mendalam. Aku hanya ingin segera bergegas merebahkan diri di atas kasur kesayangan setelah lebih dari 12 jam badan dirajam kursi bus malam.

Tengah malam mulai mengintai detik demi detik ketika jarum jam berdiri hampir sejajar di angka 12. Sebuah berita duka membangunkanku dari kantuk jauh lebih efektif daripada segalon kopi terbaik di muka bumi. Aku tak tahu harus ... bagaimana. Sejuta rasa minor - sedih, duka, dan sejuta namanya yang lain - silih berganti menampakkan wajah aslinya. Sejuta kenangan diputar secara terbalik membentuk lansekap yang sangat layak untuk ditangisi. Sepupuku, memintaku untuk duduk dan sebuah gelas berisi air putih dingin ia berikan.

Dan kini aku tahu harus bagaimana. Jemari menghapus airmata serampangan. Mengenang kembali sosok Mbak yang aku sayangi, yang sangat aku kenal, mengantarkanku kepada sebuah pelajaran baru. Sedih bukanlah untuk dinikmati, meskipun kesedihan selalu layak untuk ditangisi. 

Air mata enggan turun, kemudian. Mungkin, bahkan airmata pun tak sanggup mengekspresikan betapa kehilangannya aku tengah malam itu. Aku pun hanya duduk melamun menunggu Mbakku pulang ke rumah untuk terakhir kalinya. 

Waktu yang bergerak melambat tak sanggup membuatku lebih terkejut lagi selepas berita duka yang paling mengejutkan yang pernah aku dengar hingga detik ini. Satu persatu keluarga jauh datang. Dari halaman isak tangis meramaikan malam yang biasanya sunyi di komplek. Air mata bergerak dari pipi-pipi keluarga, berjatuhan menimpa tubuhku serabutan. Aku ... sangat ingin meneteskan airmata, tapi ... aku sudah mengatakannya kepada diri, sedih bukanlah untuk dinikmati, meskipun ia selalu layak untuk ditangisi. Menangis adalah cara terbaik untuk menikmati kesedihan - aku tak mau menikmatinya.

Raungan sirine menggedor-gedor tiap pintu rumah sepanjang jalan yang dilewati. Sebuah kotak dari kayu berukuran 2 x 0,5 meter diturunkan perlahan dari mobil - yang sangat aku takutkan untuk bertemu dikemudian hari. Mbakku pulang.

Ibu dan Bapak menyusul masuk rumah. Aku tak tahu kehilangan dan kesedihan sebesar apa yang dirasakan Ibu, yang aku tahu rasanya pasti bermilyar pangkat bermilyar kali lebih besar dari yang aku rasakan. Ibu kehilangan anak yang ia rawat penuh kasih sayang. Kasih sayang yang tak akan sanggup dibatasi bahkan oleh ujung-ujung semesta. 

Sebentuk Yassin menyambut kepulangan Mbakku tanpa satupun kemeriahan kecuali dua suara fals dariku dan sepupuku. Berbaris kalimat kuhaturkan kepada Yang Maha Memiliki, memohon agar Mbakku dijaga baik-baik dalam pelukanNya.
...

Matahari bersinar redup di pagi hari. Pertanda ia pun berduka, sama dengan kami yang sedang berdiri bersiap mengantar Mbakku ke tempat semua manusia beristirahat panjang. Adzan berkumandang syahdu dari mulutku. Terlalu syahdu bahkan untuk diriku sendiri. Ucapan selamat tinggal terbaik yang bisa kukatakan.

Mbakku pun pergi dari rumah untuk yang terakhir kalinya.
...

Kesedihan bukanlah untuk dinikmati, meskipun ia selalu layak untuk ditangisi. Aku memilih membiarkan diriku bersedih di dalam hati. Menyembunyikannya untuk diriku sendiri. Menyampulinya dengan canda dan tawa bersama sahabat yang datang dengan niatan berduka. Orang-orang yang lalu lalang melewatiku untuk menyalami Ibu dan Bapak melihatku dengan pandangan yang agak aneh. Mereka hanya saja tak mengerti bagaimana luar biasa sulitnya aku menahan sejuta kesedihan dan kehilangan yang setiap detik selalu layak ditangisi. 

Aku hanya ingin menghormati kepergian Mbakku yang terakhir kalinya dengan caraku sendiri. Karena sosok yang aku sayang - yang aku kenal, adalah Mbak yang periang, yang ramah, yang sanggup membawa keramaian dalam hidup. Yang tak akan pernah terganti.

Aku hanya ingin menyampaikan pesan bahwa aku akan tetap hidup dengan bahagia, dengan caraku sendiri meskipun tak ada lagi sosok kakak yang selama ini aku miliki. Aku hanya ingin mengabulkan inginnya agar aku sanggup hidup mandiri. Dan sejak ia meninggalkan rumah untuk terakhir kalinya, aku mencoba untuk mengabulkan inginnya atas nama kasih sayang seorang adik yang manja.
...

Sudah setahun berlalu, kini aku telah menjadi remaja yang mandiri. Dan sebentar lagi aku akan menjadi seorang dewasa yang dapat digenggam setiap janjinya. Aku akan hidup dengan baik.
Semoga tak ada satupun malaikat yang tahu.

- Untuk adek yang sedang menganyam kenyataan mimpi di ibu kota, semoga apapun yang sedang kau anyam adalah kebanggaan bagi kami yang selalu berdiri di sepanjang bangku penonton untuk menyemangatimu, dan lebih penting lagi apa yang sedang kau anyam adalah bahagia hidupmu. Hiduplah dengan baik. -

Kamis, 25 Oktober 2012

Kehilangan Senja Kala Itu






Aku kehilangan satu sore dimana aku bergegas mengayuh sepeda untuk mengantar mentari pulang ke belahan bumi yang lain.
Aku kehilangan satu sore dimana aku menghabiskan waktu untuk bermain dengan kawan sepermainan hingga maghrib tiba.
Aku kehilangan satu sore dimana aku hanya duduk dan memandang dari balik jendela rerumputan disapu warna jingga.
Aku kehilangan satu sore dimana aku tahu kemana aku harus pergi suatu saat nanti.
Aku kehilangan satu sore dimana aku mengerti ingin menjadi apa aku kelak.
Aku kehilangan satu sore yang mengajari aku hidup.
Aku kehilangan sore kala itu.

Akhir-akhir ini aku hampir tak pernah lagi belajar – belajar tentang hidup. Aku sudah cukup merasa pintar menjalani hidup hanya karena aku sudah mampu menjalaninya dengan bahagia. Apalah arti bahagia bila hanya sekedar tawa tanpa makna, cerita tanpa persona – tidak ada yang menarik untuk pantas dikenang dalam waktu yang lama. Tidak ada yang pantas ditinggalkan sebagai jejak.
-         
 Kunamai kau jejak. Tanda abadi yang tidak pernah beranjak. - @pranandadodi

Kini aku cukup ragu menamai kehendak hati sebagai mimpi. Berkaca dari apa yang telah kuupayakan selama ini demi kehendak hati, dan melihat rendahnya tempatku berpijak, aku hanya sanggup menamainya ingin.

Aku kehilangan banyak sekali waktu hanya untuk tidak melakukan apa-apa atau membuat diri nyaman dengan rasa kantuk. Aku kehilangan rasa ingin tahu yang selalu menuntunku kepada hal-hal baru. Aku kehilangan kepercayaan diri yang selalu sanggup menutupi rasa maluku berbincang dengan seseorang yang baru. Aku kehilangan tekad yang selama ini membawaku ke cerita-cerita tak terduga. Aku kehilangan banyak faktor untuk membuat impian menjadi nyata.

Aku kehilangan kekuatan keimanan – dan aku tahu ini sangat berbahaya sekali. Aku kehilangan waktu bermanja-manja dengan Sang Pemilik Hidup, seperti ketika pertama kali aku berani menjejakkan kaki di kota orang. Aku terlalu menjual mahal airmata kepada Sang Maha Pemurah. Aku meletakkan kesombongan dekat sekali dengan hati  dan perilaku, melupakan doa-doa yang lama menjadi kemudi dalam hidup.

Hilang sudah kehidupan yang dijalani dengan penuh antusias. 

Things we lose have a way of coming back to us in the end. – Luna Lovegood

Entahlah aku tak perlu mempercayai apa yang dikatakan Luna. Kini aku hanya perlu mencari – mencari sebentuk kehidupan yang sama, serupa atau kehidupan yang baru sekalipun. Aku hanya perlu mencari apapun yang aku butuhkan untuk hidup dan menghidupkan kehidupan. Aku hanya perlu memulainya dari awal.

Aku tak tahu apakah yang aku cari akan kutemukan, hidup penuh dengan ketidak-pastian. Mungkin saja setelah mencari aku menemukan sesuatu yang jauh lebih baik karena hidup juga penuh dengan kejutan.

Hanya perlu meyakini bahwa suatu saat bagi yang mencari akan menemukan. Pada akhirnya, bagi yang mencari akan ditemukan, oleh takdir baik Tuhan.

Jumat, 19 Oktober 2012

THIS IS YOUR LIFE





...
Open your mind, arm, and heart to new things and people
We are united in our differences

Some opportunities only come once
Seize them

Travel often
Getting lost will help you find yourself
...

LIFE IS SHORT!
LIVE YOUR DREAM!
AND SHARE YOUR PASSION!