Minggu, 25 Mei 2014

Perbincangan Disela Hujan





"Mana yang lebih lucu, ikan paus atau lumba-lumba?" tanyamu diantara jeda kita yang lama menunggu hujan di lobi kampus sedari satu jam yang lalu, kamu pun sempat melontarkan curiga pada hujan dan awan-awan di atas sana yang sengaja berlama-lama menahan kita. Bicaramu yang penuh imaji meledak-ledak seperti ini membuatku diserang tawa tak terkira, mengekalkan bahagia, memindahkan bosan ke jalan raya penuh genangan sehabis hujan.

"Lucu seperti apa nih? Lucu bikin ketawa apa lucu kayak kata cewek-cewek waktu lihat barang yang disukai?" tanyaku sederhana, setelah berhasil meredam tawa.

"Lucu yang kayak kata cewek lah, ish, masak nggak ngerti sih kamu?!" dahimu berkerut, kedua alismu berebut tempat untuk menyatu, dan bibirmu membuatku penasaran, kenapa kamu manyunkan seperti itu.

Aku pura-pura berpikir, ikut mengerutkan dahi, agar kamu mengartikannya sebagai bentuk keseriusanku. "Emh...lucu lumba-lumba! Soalnya banyakan boneka lumba-lumba daripada boneka paus kan?!"

Matamu tajam menatapku diiringi jemarimu secepat kilat mencubit lenganku, "Ish, apaan...jawabnya nggak filosofis banget siiiih!" Aku mengaduh sepanjang kalimatmu, yang diakhiri kata sih yang panjang.

"Terus apaan dong?"

"Ikan paus sama lumba-lumba itu masih lucuan ikan paus, soalnya biar dia segede apa juga dia baik-baik sama anaknya kan, dia juga suka travelling ke laut-laut di dunia, lagian kan kalo paus dipeluk kan enak, gede badannya...."

"Emang bisa meluk paus?"

"Bisa lah, ekornya doang kali yah?" kamu malah bertanya balik.

"Ekornya anaknya doang kali...."

"Mungkin...ha...ha...ha...." tawamu lepas "Apaan sih kita ngomongnya, aduh makin nggak beres aja nih otak gara-gara ujan nggak berhenti-henti." aku menyambutnya dengan tawa yang serupa.

"Kamu suka nunggu hujan apa nerobos hujan?" tanyamu kembali setelah hening diantara kita karena tidak punya tema lagi untuk dibicarakan.

"Dari kecil aku suka hujan, nunggu atau nerobos nggak ada bedanya. Kalo nunggu aku suka dengerin suara hujan, suka lihat air yang jatuh, suka ngerasain hawa dinginnya, suka semuanya deh. Kalo nerobos aku suka ngerasain hujan waktu sampe dikulit, basahnya, menggigilnya sehabis hujan-hujan." jawabku panjang "Kalo kamu?"

"Aku cukup sabar kok buat nunggu hujan, kenapa harus nerobos? Kan basah, nanti aku flu. Kalo aku sakit, mama khawatir entar. Enggak deh aku nunggu aja." jawabmu sedikit hiperbolis.

"Jadi kamu nggak suka hujan?" kamu jawab dengan gelengan kepala perlahan "Lalu sukanya apa dong?"

Mata kamu berbinar, seperti purnama, senyummu tetiba mengembang, laksana pelangi setelah hujan enyah. "Aku suka nanam-nanam gitu dari kecil. Di rumah banyak bunga yang aku tanam dari kecil, macem-macem lagi. Pokoknya rumahku tuh ijo, adem...kapan-kapan main lah, kak." aku menyetujuinya dengan anggukan pelan.

"Bunga yang paling kamu suka apa?"

"Bunga lili, dia tuh cantik. Cantikan juga bunga lili daripada Raisa...ha...ha...ha...." kamu mengakhiri kalimatmu dengan meledek.

"Selain hujan, kamu suka apa lagi?" tanyamu kembali, setelah sunyi dimulut kita belum juga menandakan bosan bercerita.

"Aku suka bintang."

"Sama!" sahutmu cepat bersemangat. "Kenapa?" alismu terangkat, menegaskan tanda tanya pada kalimatmu.

"Soalnya bintang itu selain cantik, dia juga romantis, kan dia setia, tetap ada disana, nggak peduli mau mendung atau langit cerah, nggak peduli ratusan atau ribuan tahun, dia setia disana. Kamu kenapa suka bintang?"

"Aku suka deh sama alasan kakak, hemh...kalo aku karena dulu waktu kecil aku punya hipotesa kalo sebenernya manusia itu punya saudara kembar di langit sana, letaknya di bintang mana tergantung dari sifat dan tanggal lahir kita, makanya kita digolongin sama zodiak, tujuannya biar nanti kalo kita terbang ke langit gampang nemuin saudara kembar kita. Itu bikin aku suka mandang langit kalo malam, kadang sambil cerita kalo lagi sedih...he...he...he...."

"Ha...ha...ha..., ada-ada aja." aku menoleh keluar, ke arah jalanan depan fakultas. "Ujannya udah reda."

Kamu ikut menoleh ke arah yang sama, "Eh iya. Akhirnyaaa...."

Dari arah lorong dekat kamar mandi, rombongan teman-temanmu muncul. Memanggil namamu namun tak kamu dengar.

"Eh, kamu dipanggil temanmu tuh."

"Ah, iya...iya...pulang kok ini." katamu menjawab tanya temanmu. "Ya udah, kak. Duluan ya...."

"Iya, ati-ati yak. Eh, jadi pinjam soal-soal kimfis?"

"Oh iya lupa, iya kak jadi."

"Ya udah, nanti aku anterin kosan ya?"

"Oke, nanti wa aja."

Perbincangan disela menunggu hujan, tentang banyak hal berhasil membawa bahagia, menambah romantis hawa dingin yang menginvasi kota Surabaya.


Mari Bercerita 

Seperti yang biasa kau lakukan 
Di tengah perbincangan kita 
Tiba-tiba kau terdiam 
Sementara ku sibuk menerka 
Apa yang ada dipikiranmu 
Sesungguhnya berbicara denganmu 
Tentang segala hal yang bukan tentang kita 
Mungkin tentang ikan paus di laut 
Atau mungkin tentang bunga padi di sawah 
Sungguh bicara denganmu 
Tentang segala hal yang bukan tentang kita 
Selalu bisa membuat semua lebih bersahaja 
Malam jangan berlalu 
Jangan datang dulu terang 
Telah lama kutunggu 
Kuingin berdua denganmu 
Biar pagi datang setelah aku memanggil.... 
terang! 
Hai pencuri kau, terang! 

Payung Teduh - Mari Bercerita