Lama tak menulis, membuat otot jemari saya kaku. Ada banyak sekali karbon oksida yang rusuh memenuhi sekat-sekat otak saya yang perlu saya keluarkan. Hati saya pun mulai tumpul untuk merasa, tertatih membaca isyarat dan pertanda yang bermakna. Tulisan dibawah ini belumlah sempurna sebagai sebuah pembicaraan antara saya dan anda, ada perenungan yang harus saya lewati lagi agar meyakinkan diri saya bahwa setiap kata yang saya tulis telah saya sendiri mengerti dengan baik dalam kesadaran penuh.
Tulisan ini jauh dari pembicaraan yang baik antara saya dengan anda, karena itu, nanti saya akan meluangkan waktu untuk kembali berbicara berdua. Selalu menyenangkan dapat memiliki pengalaman berbicara dengan anda, karena saya selalu mendapat hal-hal baru yang membuat saya dapat menjalani hidup dengan lebih baik.
Tanya di benak anda tentang dengan siapa saya berbicara lebih baik segera dihapusm karena saya sedang berbicara berdua dengan anda yang membaca tulisan ini, saat ini juga.
Karena tulisan ini singkat, alangkah baiknya bila anda juga memutar video dibawah ini, untuk menambah durasi pembicaran kita. Silahkan,
...
Sudah tak terhitng lagi
jumlahnya saya membaca berbagai kalimat yang mendefinisikan teman
ideal. “Teman yang baik itu … bla… bla… bla….” Atau
“Teman sejati itu… bla… bla… bla….” Ada yang menulisnya
dengan penuh syukur karena memiliki teman yang setia, ada yang
menulis untuk menyindir karena sedang bermasalah dengan temannya, ada
juga yang menulis seperti itu karena merasa sedang tidak memiliki
teman sesuai definisinya.
Setiap kali
membaca tulisan semacam itu, rasanya seperti disodorkan sebuah cermin
tepat di wajah saya, bertanya ke diri sendiri apakah saya sudah
sesuai dengan teman yang mereka deskripsikan? Apakah kehadiran saya
sebagai seorang teman telah membuat setidaknya seseorang mengucap
syukur sembari menulis definisi teman. Meskipun hanya seorang, itu
telah menunjukkan hal yang jelas bahwa ada manfaat dari hidup yang
telah saya jalani. Ataukah ternyata selama ini saya adalah seorang
teman yang layak untuk disindir bahkan dimarahi karena berulangkali
melanggar garis batas teman yang baik. Ataukah malah saya adalah
teman yang jauh dari definisi teman yang baik. Saya selalu khawatir
dengan kalimat-kalimat yang mendefinisikan seorang teman, resah bila
setiap definisi itu bukanlah saya. Karena sebagai manusia biasa, saya
tentu memiliki banyak cela.
“Perlakukan orang lain
seperti kamu ingin diperlakukan.” Kalimat bijak sederhana ini telah
diucapkan pada ribuan tutur kata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana sederhananya nafas yang tiap detik di lakukan telah lupa
disyukuri, kalimat sederhana itu juga lupa untuk dijadikan perilaku
setiap hari. Mungkin saking sederhananya, kemudian dianggap kecil,
lalu tak perlu lagi perhatian khusus kepada hal-hal sederhana semacam itu.
Menulis definisi teman
itu seperti menginginkan teman sesuai dengan definisi. Sebelum
menulis hal seperti itu ada baiknya merefleksi ke diri sendiri. Bila
menginginkan teman setia, apakah diri sendiri telah setia? Bila
menginginkan teman selalu ada, apakah diri sendiri telah menyisihkan
ego dan meluangkan waktu untuk mereka? Alangkah baiknya bila
membiasakan diri bertanya apakah diri ini telah sesuai dengan
definisi teman yang diinginkan, atau setidaknya mendekati definisi
tersebut. Sehingga, kelak diri ini akan mendapati sepantas-pantasnya
teman baik karena telah berupaya dengan baik menjadi seorang teman
yang baik.
Meletakkan cermin untuk
merefleksikan penilaian-penilaian tentang teman kepada diri sendiri
adalah langkah baik, sebelum memakan omongan sendiri. Dan juga agar
apa yang diinginkan tidak jauh panggang dari api.
...
Pembicaraan ini memang terasa terlalu singkat, nanti, saya akan membicarakan hal ini lagi dengan anda.
Selamat hidup dengan baik.