Minggu, 18 November 2012

PUAS MEMBENCI


Saya rudah puas dengan amarah, benci, saling sindir, caci atau membicarakan berbagai keburukan. Ketika itu setiap hari saya sulit sekali menemukan kasih sayang di rumah. Hingga saya harus berlari tanpa tujuan, saya harus mendebatkan kehidupan, saya harus memperjuangkan hak bahagia saya yang sedang diculik oleh keadaan.

Saya tahu, bahwa saat itu segalanya menjadi mengerikan karena memang keadaan yang tak mau bermurah hati memberi kebahagiaan. Jalan keluar yang saya pilih adalah merubah keadaan dengan sedikit keberanian.

Ternyata, saya tidak cukup dewasa ketika Tuhan kembali sedikit mengotak-atik keadaan. Kembali rasanya dunia ini sesak sekali. Kemanapun melangkah hanya amarah dan benci yang ditemui. Puaslah saya membenci dan marah-marah untuk kedua kalinya. 

Apakah ada manfaatnya? 
SAMA SEKALI TIDAK, KAWAN!

Lalu apa yang saya dapat? 
KERUGIAN!

Sekarang, miris rasanya bila menemui orang-orang disekitar membicarakan hal-hal tidak baik yang telah saya alami dimasa silam, yang tak sedikitpun memberi keuntungan.

Setiap kebahagiaanmu memang layak untuk kamu miliki. Tapi bila kebahagiaanmu adalah rasa amarah atas hal-hal yang mengganggumu, kebahagiaanmu adalah membenci hal-hal yang menyakitimu, kebahagianmu adalah mencaci hal-hal yang tidak kamu sukai, apakah tepat itu kamu sebut bahagia. 

Bukankah bahagia adalah rasa ketika hatimu dipenuhi oleh berjuta bunga warna-warni, dibalut oleh langit biru, awan selembut kapas, dan diisi oleh lagu-lagu bernada mayor yang kamu suka, yang mampu membuatmu tersenyum hanya untuk alasan yang sangat sederhana?

Apakah ada rasa lega setelah marah, mencaci atau membenci? Bila bagimu ada, maka lanjutkanlah keseharianmu itu, karena mungkin itu satu-satunya cara yang kamu tahu untuk bahagia. Aku tak akan mendebatkannya lagi, tapi ketahuilah kebencianmu itu tak pernah sekalipun menggambarkan apa atau siapa, hal-hal atau orang-orang yang kamu benci, sebaliknya, semuanya itu menggambarkan betapa sempitnya hatimu, menggambarkan dengan jelas siapa dirimu.

Berhentilah sejenak ketika hendak melontarkan kata-kata amarah baik itu caci, maki atau sindir, sedetik saja bayangkan rasanya menjadi mereka yang telah kamu caci atau maki. Berhentilah sejenak ketika hendak menuliskan berbagai tweet atau status tentang hal-hal yang mengganggumu secara pribadi, sedetik saja rasakan seperti apa bila kamu menjadi dia yang sedang menjadi sasaran amarahmu. Apakah menyenangkan menjadi yang dibenci? Yang dicaci? Yang dimarahi? 

Kita semua memiliki masalah masing-masing, dan tak perlu kita mengumbarnya agar orang lain tahu. Yang lebih menyedihkan adalah ketika hal-hal yang kita benci diceritakan kepada teman, bukan berarti teman juga harus ikut membenci apa yang mengganggumu. Bila hal yang mengganggumu perlu sebuah kritik, maka ucapkanlah dengan cara yang tepat. Karena dirimu pun akan sakit hati bila mendapat kritik dengan cara-cara yang tidak baik.

Membenci orang lain, atau sekedar amarah sangat besar kemungkinannya untuk melahirkan kebencian dan amarah pula dari orang tersebut. Dan kamu akan membalasnya, lalu ia kembali merespon, lalu sampai dimanakah hingga segala kebencian itu cukup untukmu? Tak pernah, karena itu adalah segala bentuk nafsu yang setan telah ajarkan pada hatimu yang terlanjur pijar berapi-api.

Hal yang mengerikan adalah bila semesta sudah bosan dengan segala amarah, caci dan benci darimu, kemudian semesta mengutukmu dengan berbagai kesialan setiap harinya, sehingga tak lagi kau temui bahagia kecuali hal-hal yang bisa kamu caci untuk sesuatu yang selama ini kamu anggap itu bahagia. Yang lebih mengerikan adalah bila segala kebencianmu itu melahirkan rasa malas para malaikat untuk mendoakan kehidupan baik bagimu. Dan yang paling mengerikan adalah Tuhan sudah tidak mau lagi menghiasi hatimu dengan Nur-Nya. 

Apa kamu mau segala hal buruk itu terjadi padamu?
Bila setelah membaca ini kamu masih menikmati caramu berbahagia dengan membenci, mencaci, menyindir atau membicarakan keburukan orang lain dibelakang, maka aku tak akan pernah lagi mendebatkannya. Karena aku telah mengetahui bahwa Tuhan berkata tidak untuk hal-hal seperti itu, dan karena Tuhan mengatakan seperti itu, maka itu adalah yang terbaik, karena Tuhan adalah Maha Mengetahui dan Maha Penyayang.

Bahagia itu tidak melukai diri sendiri dan orang lain. - @MerryRiana

Saya tidak hidup dua kali. Saya tidak mau lebih pandai menghitung kesedihan dan kebencian, lalu lalai menjumlah kebahagiaan yg memeluk saya. - @falafu

Hiduplah dengan baik kawan, hiduplah dengan bahagia.



0 komentar:

Posting Komentar