Sabtu, 21 September 2013

Perjalanan Fiksi Hati



melaju ke depan

Juli, 2010
Masa lalu yang kelam membuatku sebisa mungkin menutup diri, bahkan bila itu hanya untuk diintip orang lain. Sejak aku tahu rasa sakit dapat berdampak luar biasa merubah kehidupan, langkahku pun menjejak perlahan, sebisa mungkin tak bersuara, karena meinggalkan jejak adalah hal yang aku takutkan ketika melangkah.

...

Desember, 2010.
Sebuah aroma yang dihirup hidungmu, membawamu melintasi dimensi waktu menuju masa lalu.
Bebunyian yang terdengar telingamu menyanyikan lagu nostalgia.
Rasa yang dikecap lidahmu, menari-nari bersama gambaran kenangan antara kamu dan mereka yang menemanimu.
Pemandangan yang dilihat mata mengingatkanmu ketika kamu berdiam pada sebuah rasa.

...

April, 2011.
Aku terlalu sibuk dengan gengsi dan ego sampai dengan bodohnya melewatkan ketertarikan dan perhatianmu.

...

Mei, 2011.
Sebuah kepergian menghentikanku untuk memercayakan hati ini padamu.
Sekian lama waktu berlalu tak kunjung menebalkan kepercayaanku bahwa kamu kan kembali.

...

Januari, 2012.
Delapan januari menuju sembilan januari aku sedang dalam perjalanan pulang. Berangkat sedari matahari berteduh dan sampai ketika ia terbit kembali.

Aku sampai di rumah bersama matahari yang meninggi. Di alamat yang sama aku menemui banyak hal yang berbeda. Cat yang mewarnai rumah ini bukan lagi warna pastel kesukaanmu. Bunga di taman telah berganti famili euphorbiaceae. Pagar yang melindungi rumah kini hanya setinggi pundakku. Dulu untuk mengintip ke dalam rumah saja aku harus memanjat pagar setinggi dua meter.

Awalnya aku mengira rumah ini telah di renovasi selama aku pergi, jadi aku putuskan saja untuk masuk. Di dalam tak kutemui satupun perabotan mewah yang gemar kamu kumpulkan. Perabotan berhias kemilau, memancarkan harga yang mahal namun rapuh, sekali tersenggol pecah sudah. Isi rumah ini telah diganti dengan perabotan berbahan kayu, dicat sewarna alam. Teduh, membuat nyaman siapa saja yang masuk. Berlama-lama di rumah ini pun kurasa tak akan bosan, yang ada kantukku segera disulut, kemudian hanya sisa lelap dariku.

Aku pulang, menempuh perjalanan lebih dari enam ratus kilometer, untuk menjumpai rumah penuh rindu.

Aku telah pulang, sampai di alamat yang sama. Tetapi aku pulang tidak lagi kepadamu, rumah yang menjagaku hidup namun sesak tuk bernafas. Aku pulang ke alamat yang sama, namun kepada rumah yang jauh lebih nyaman.

Aku memutuskan untuk memilih menetap pada rumah yang dipenuhi ingin mengetahui kabar dariku, meninggalkan rumah yang dipenuhi oleh ego pemiliknya.

...

September, 2013
Aku tidak berhenti mencintaimu, aku hanya berhenti melukai diriku sendiri. Bila kelak kamu dapat dicintai lagi dengan jalan lebih baik, aku bersedia. Bila tidak, hati ini selalu siap dengan kehidupan baru.

 
aku pergi

0 komentar:

Posting Komentar