Senin, 27 Januari 2014

Saya Curhat, Tolong Didengarkan





Berkali-kali sudah Tuhan mengingatkan saya untuk fokus berkarya, sayangnya saya ndableg tidak mau menurut. Banyak kesempatan yang bisa mengantar saya ke pintu-pintu istimewa terlewatkan begitu saja.

Seperti anak kecil yang rewel saat mengidam sesuatu, begitulah kiranya saya merajuk kepada Tuhan untuk segera berkekasih. Tidak cukup sekali saya meminta, dan tidak sekali juga Tuhan berkata tidak sekarang. Tidak aneh bila saya dapat mendengar apa yang sedang Tuhan bicarakan, karena pada dasarnya kita semua adalah pesan dari Tuhan. Apa yang Tuhan bicarakan seringkali perihal pertanda yang mengitari kita. Hanya masalah kepekaan saja untuk membacanya.

Begitu ngeyelnya saya kepada Tuhan, sampai sekali-dua mengirimkan perempuan yang dekat. Saya rasa Tuhan sedang memberi alasan untuk meyakinkan saya mengapa masih tidak. Kesimpulan ini saya dapat setelah, perempuan-perempuan yang dekat itu ternyata tidak menjawab pertanyaan saya : apa yang bisa mengisi kekosongan hati?

Sudah diberi kesempatan oleh Tuhan dekat dengan perempuan, dapat bonus penjelasannya juga, masih saja saya ngeyel. Tuhan, rasanya bukan dia, mungkin yang satunya, Tuhan?

Mendekati perempuan yang saya ingini ternyata juga berakhir sama. Meskipun rasa suka sudah gegap-gempita, namun entah kenapa selalu berhenti ketika mendapat bisikan, bukan perempuan itu yang sanggup mengisi kekosongan hati atau lebih baik dibahagiakan orang lain daripada kamu sakiti.

Dulu, dulu sekali, pernah dekat dengan perempuan yang kata banyak teman cocok, hanya saja sebelum dekat dengannya saya sudah mengikat janji : tak lagi bermain hati sebelum perbaiki diri. Dan ketika sudah merasa perbaiki diri, dia telah berkekasih. Kalau di dunia nyata hal seperti ini akan menghasilkan backsound : eeaaaaa~

Tere Liye pernah menulis, "Tak perlu menjadi pengendali api, air, tanah dan udara untuk jadi hebat, rasanya jadi pengendali hati sudah luar biasa hebat." Saya langsung mengangguk setuju, betapa banyaknya godaan untuk berkekasih, dan bisa dihitung dengan jari mereka yang tak tergoda. Bahkan mereka yang sering mengutip ayat suci atau ucapan dai nyatanya juga masih tergoda. "Surga itu tempat istimewa untuk orang-orang istimewa." begitu kata teman saya. Kalau bahasa sekarangnya, surga itu tempatnya para hipster.

Di mata Tuhan satu-satunya ikatan yang halal antara dua sejoli adalah nikah, setahu saya seperti ini. Tapi bukan berarti lantas banyak pemuda yang mengamininya. Sama seperti minuman keras yang dilarang, nyatanya masih ada yang menikmati, atau wajibnya perempuan menutup aurat juga masih banyak yang suka menampakkan. Bedanya, mengonsumsi minuman keras belum sejamak sejoli berkekasih, sehingga belum terasa benar seperti layaknya berkekasih sebelum nikah. "Kebenaran adalah kesepakatan." begitu kata teman saya yang lain. Mungkin, secara rasio, angka sejoli yang sepakat untuk berkekasih sudah dapat dikatakan banyak.

Tidak, saya tidak mengajak untuk tidak berkekasih atau meninggalkan kekasih detik ini juga. Keputusan ada di tangan masing-masing, seperti kata Tuhan : yang mampu mengubah takdir manusia adalah dirinya sendiri. Maka yang mampu menyelematkan diri adalah diri sendiri. Meskipun dilarang, minuman keras masih ada yang menikmati, ini menunjukkan Tuhan masih memberi hak untuk memilih kepada kita. Dan saya juga tidak sedang menerapkan amar ma'ruf nahi munkar, sekali lagi saya katakan bahwa masih ada hak untuk memilih, hanya saja setiap pilihan memiliki konsekuensinya masing-masing, bila tidak sekarang maka akan datang nanti. 

Tulisan ini bukanlah tulisan dakwah bila ada yang merasa seperti itu. Saya membuat tulisan ini untuk menyelami apa yang Tuhan katakan pada saya beberapa waktu ini. Setelah terakhir kalinya saya dekat dengan perempuan manis penyuka lagu ost mojacko. Perempuan dengan tinggi badan kurang lebih sekuping saya ini memiliki kepribadian yang asyik dan rame. Saya tidak bisa bilang tidak, lalu saya kembali merajuk kepada Tuhan, dan sekali lagi Tuhan menolak.

Mungkin saya memang harus fokus berkarya dulu dan mungkin saya juga belum layak bermain hati karena belum sepenuhnya perbaiki diri. Mungkin....



Sejujurnya saya tidak sepenuhnya merasa sepi, karena masih ada sahabat-sahabat saya yang bersedia menemani. Tidak hanya satu-dua orang terkejut begitu tahu betapa dekatnya hubungan kami yang sudah seperti kekasih, meskipun tidak sekalipun kami memakai hati dalam persahabatan. Tentu saja kedekatan kami juga berdampak ke psikologis kekasih sahabat saya. Hangat sebuah dekat tidak harus selalu berujung cinta, bukan? Hangat sebuah dekat seringkali tumbuh diantara kasih sayang sahabat.

Bagaimanapun penuhnya kesadaran manusia memiliki Tuhan, malaikat, dan alam, tetap saja ia butuh teman sejenis, bukan? Bila tidak sekarang, maka akan datang nanti. Tuhan telah berjanji setiap makhluk diciptakan berpasang-pasang. Dan bukankah Tuhan tak pernah sekalipun ingkar janji?

Bersabarlah....

Percayalah....




0 komentar:

Posting Komentar