Minggu, 12 Januari 2014

Tulisan Saya Nantinya....




Tulisan-tulisan saya jaman SMA jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan masa SMP atau sesudahnya. Kreativitas masa SMA lebih banyak saya salurkan pada dunia teater. Mungkin, karena saya saat itu hampir tidak pernah mengunjungi perpustakaan dan tidak banyak membaca, inspirasi yang mampir pun bisa dihitung dengan jari. Meskipun saya masih tetap melakukan kebiasaan saya sejak SMP, mendengar radio dan memandangi langit malam. Serunya bermain teater dengan teman ekstrakulikuler, kebahagiaan latihan alam, sampai nikmatnya berada di atas panggung dilihat semua siswa mengalihkan saya sejenak dari dunia tulis-menulis.
Saya hanya menulis ketika ingin mengirimi seseorang puisi, baik teman maupun gebetan, atau saat banyak bonus pulsa yang mubazir kalau dibiarkan. Pada masanya hal ini masih keren untuk dilakukan, apalagi bila rangkaian katanya memang manis, bisa dapat pujian balik. Buat puisi, lalu kirim ke banyak orang untuk menghabiskan bonus pulsa. Saat sudah punya pacar, puisi sudah tidak bisa lagi disebar sembarangan, bisa-bisa terjadi kekerasan dalam berasmara kalau tetap nekat melakukan. Puisi hanya dibuat kalau memang sedang kangen atau pacar sedang marah, dan kalau pacar minta puisi untuk diletakkan di salah satu rubrik majalah sekolah yang dia kelola.
Saya mulai menulis saat masih kelas 4 SD, setelah tidak terpilih mewakili kelas dalam persiapan porseni di cabang lomba baca puisi. Dua adik kelas saya yang dipilih, dan memang pilihan guru saya merupakan pilihan yang tepat, mereka akhirnya menjadi juara di kabupaten dan melaju hingga tingkat provinsi. Saya yang tidak pernah kenal dengan puisi sebelumnya merasa tertarik untuk mencari tahu cara membaca puisi. Banyak waktu saya habiskan untuk mencari referensi di perpustakaan sekolah, namun malah yang dibaca bukan buku tentang puisi, tetapi semacam buku ensiklopedia. Satu buku berisi kumpulan puisi saya pinjam dari perpustakaan, saya habiskan dalam beberapa hari. Sejak saat itu saya berlatih membuat puisi.
Sampai SMP dan SMA hanya tulisan jenis puisi yang bisa saya buat dengan baik. Kalau ada tugas mengarang, biasanya tidak bisa benar-benar bagus, semuanya runut seperti yang diajarkan guru bahasa Indonesia, kreatifitas saya membuat karangan cerita tidak bisa berkembang dengan baik saat itu. Ada saat buku yang benar-benar memberi pengaruh pada karya puisi saya selanjutnya, yaitu buku berisi kumpulan puisi karangan Dorothea dengan judul Mimpi Gugur Bungu Zaitun. Semua puisi yang ada di dalam buku ini berisi kata-kata sederhana yang mudah dipahami pembaca namun tetap tidak kehilangan keindahan sastranya. 

Cantik yang sederhana


Setelah membaca buku ini, keinginan saya membuat puisi tidak bisa dibendung. Setiap masa pengumpulan karya untuk dimuat di mading dibuka, saya selalu mengumpulkan karya yang orisinal dengan beberapa hiasan agar menarik. Semua karya yang saya kumpulkan selalu dipasang di mading dan mendapat apresiasi yang baik dari teman maupun guru bahasa Indonesia dan kesenian. Apresiasi itu melecutkan semangat saya untuk membuat karya dengan lebih baik lagi, banyak sekali teman yang meminta dibuatkan puisi hanya untuk mengisi buku diary, hal ini juga keren pada massanya. Lucunya, setiap dimintai tolong membuatkan, saya tidak bisa mengatakan tidak. Biasanya puisi-puisi yang saya buat untuk teman-teman terinspirasi dari lagu-lagu yang sedang hits kala itu. Setiap kepuasan teman dari puisi yang saya buatkan merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi saya.
Waktu SMP saya pernah sekali membuat cerita pendek yang terinspirasi dari Meteor Garden. Hanya satu orang teman saya yang membaca, dan belum sempat saya edit, sayang tulisan yang dipinjam sudah hilang lebih dulu. Tragedi ini membuat saya-entah kenapa-malas untuk membuat karangan cerita sampai masa kuliah. Kenapa terinspirasi Meteor Garden? Karena saat itu Meteor Garden sangat hits sekali, mungkin seperti SuJu atau SNSD di masa kini. Saya dan kakak perempuan saya ngefans sekali dengan F4. Setiap pulang dari kuliah, kakak saya selalu bawa koran Asia apa gitu-saya lupa namanya-yang isinya mengupas perihal selebritis Asia, dan yang paling menarik perhatian kami berdua adalah informasi seputar F4. Saya tidak mau kalah, kamar saya tempeli dengan poster berisi empat orang tersebut. Sampai berburu vcd berisi lagu-lagu yang dinyanyikan personel F4. Diputar berulang-ulang sampai hafal di luar kepala. Bahkan saat ujian praktek olahraga ketika itu diminta buat senam baru sesuai dengan kreatifitas kelompok. Saya meracuni semua teman, agar memasukkan lagu F4 untuk mengiringi koreografi senamnya, mereka yang tahu betapa ngefansnya saya dengan F4 ketika itu tidak punya pilihan selain langsung mengiyakan permintaan saya. Bagi saya dan teman-teman main di kampung, mereka berempat itu sangat keren, kalau bahasa sekarangnya lakik banget. Meskipun kalau diingat-ingat lagi tentang effort saat itu sih geli juga. Ha...ha...ha... 

Masih ingat siapa saja namanya?
 
Kalau dirunut lagi, saya kembali produktif menulis yaitu saat awal kuliah tahun 2009. Hadirnya laptop membuat tulisan demi tulisan saya tidak lagi hilang ditelan bumi. Awalnya saya tidak pernah terpikirkan untuk mendokumentasikan tulisan-tulisan saya, niatnya hanya untuk kesenangan semata. Seorang teman dekat yang juga hobi menulis puisi memberitahu, kalau ia sudah lama terbiasa mendokumentasikan puisinya sendiri, karena ia memprediksikan kelak puisi tersebut berguna, entah untuk dirinya sendiri atau orang lain. Sejak saat itu, puisi-puisi saya terdokumentasi dengan baik di laptop.
Satu persatu puisi berhasil kembali saya lahirkan, rasanya senang sekali. Dari awal kuliah sampai akhirnya keluar dari kampus, saya berhasil menembus seratus halaman yang berisi puisi dan curhatan pendek-karena tidak bisa dikategorikan cerita pendek. Kalau ada yang perlu diberikan ucapan terimakasih atas mengalirnya inspirasi, mungkin yang paling pas adalah mantan dan seorang adik kelas saya. Saat itu adalah masa penyeselan karena telah melukai mantan, dan juga masa dimana saya naksir adik kelas-yang dulu pernah naksir saya, namun saya cuekin-namun dicuekin oleh dia. Yap, karma juga berlaku untuk hal-hal seperti ini.
Dari iseng-iseng otak-atik laptop, seorang teman kuliah membaca karya-karya saya. Ia menyukai tulisan-tulisan saya, dan ia berujar, saya bisa membuat buku kalau mau. Dulu, saat SMA, saya pernah iseng bercanda bilang kalau kelak saya akan membuat buku, tapi tidak ada kesungguhan di ucapan saya, murni hanya bercanda. Dari ucapan teman kuliah, kemudian saya berniat untuk membuat buku, minimal satu buku. Berbagai puisi yang menurut saya adalah yang terbaik saya kumpulkan. Tapi kemudian saya bingung, mau diapakan sejumlah puisi ini? Kalau mau dijadikan buku, berapa orang yang mau baca, terlebih lagi, siapa sih saya, berani-beraninya punya niat menerbitkan buku berisi puisi saja. Saya tidak sehebat Joko Pinurbo atau Sapardi Djoko Darmono dalam membuat puisi, kalau dibandingkan sudah tentu bagai langit dan kerak bumi.
Tahun 2010 saya mulai memberanikan diri menampilkan karya saya di publik. Lewat aplikasi catatan di facebook, saya mulai bergerilya mencari tahu respon orang terhadap karya saya. Saya mendapatkan semuanya, dicaci sampai dipuji. Dari setiap komentar, saya selalu berusaha membuat karya yang lebih baik lagi setiap waktu. Sebenarnya saya lebih suka mendapatkan kritik, karena saya tipe orang yang mudah ge-er, apalagi kalau mendapat pujian, duh!
Di tahun yang sama, saya juga belajar membuat cerita pendek, tapi malah jadi curhatan pendek. Hasilnya masih jelek sekali, banyak yang bilang kurang mengerti kata-katanya karena ambigu. Memang kata-katanya masih banyak yang beraroma syair, jadi ujung-ujungnya seperti puisi panjang. Saya perbaiki tulisan-tulisan saya, sekarang dengan menambahkan value dalam cerita. Catatan-catatan yang saya tulis di FB selanjutnya tidak lagi hanya berisi tentang cinta anak muda, tapi juga tulisan yang berbau motivasi. Inspirasinya berasal dari kesulitan yang saya sendiri hadapi kala memperjuangkan nasib mendapat satu bangku kuliah yang baru.
Tulisan saya mulai terasa sedikit enak dibaca-sedikit saja-yaitu ketika masuk tahun 2011. Alamat-alamat penerbit dari yang kecil sampai yang besar saya miliki, sampai tetek-bengek cara mengirimkan naskah, yang ternyata ke tiap penerbit itu beda-beda, saya juga punya. Beberapa teman yang berpotensi menjadi penulis saya dekati untuk berkolaborasi menulis, sayangnya ajakan saya ini hanya berakhir di pemerah bibir semata. Saya terus belajar menulis yang enak dibaca, sambil saya dokumentasikan satu persatu.
Saya membuat blog yang benar-benar dikelola pada tahun 2012. Sebenarnya, saya juga sudah punya blog tapi hanya berakhir menjadi blog sampah dan tidak terurus lagi. Dari sini, saya kembali mempublikasikan karya pribadi, setelah saya merasa bosan dengan fb. Memang jarang yang memberi komentar langsung, namun karena saya publikasi di twitter-lebih bisa dibilang nyampah sih-dengan mention banyak orang, jadinya beberapa berkomentar balik lewat mention.
Satu-dua kali karya saya ditolak dengan berbagai alasan yang umum diberikan bagi calon penulis kacangan seperti saya. Ada rasa down, ada juga keinginan untuk menulis lebih baik lagi. Sampai akhirnya saya bertemu dengan sebuah penerbit indie di acara musik indie yang hits ketika itu. Mereka berucap, kalau setiap karya yang masuk, selama tidak melanggar aturan yang dibuat, pasti akan terbit. Mendengar ini saya langsung kegirangan, seperti bocah yang baru dapat permen dan balon dari Indomaret. Tulisan demi tulisan yang saya buat, kemudian saya kumpulkan untuk diedit. Hampir semuanya saya sendiri yang kerjakan, kecuali salah satu bagian desain sampulnya dibantu teman SMP. Pertengahan tahun, karya yang saya tunggu akhirnya muncul juga di website penerbit indie tersebut. Jangan ditanya senangnya seperti apa. Bayangkan sendiri kalau salah satu mimpi kamu terwujud, yap rasanya seperti itu.
Namun, karena penerbit tidak bisa dinego untuk lebih murah lagi harganya, dan hanya sedikit respon dari orang-orang, karya itu saya tarik dari penerbit di triwulan awal tahun 2013. Bagi saya, harganya terlalu mahal untuk karya yang saya hasilkan. Harga dan kualitas kurang sesuai, saya sendiri menyadari, karya saya belum pantas dibeli mahal. Pernah sekali ditawari oleh penerbit lokal, namun karena visi mereka buku islami, saya pun menjelaskan kalau buku saya isinya beda dengan visi penerbit tersebut. Saya pun iseng meghubungi lagi, tentu saja tidak ada follow up dari mereka selanjutnya.
Saya dua kali memiliki opsi untuk mencetak buku tersebut, karena setelah saya hitung, harganya ternyata jauh lebih murah daripada kalau saya titip ke penerbit indie tersebut. Tapi sekali lagi saya bertemu kendala: modal. Ha...ha...ha....



Ada seorang adik kelas di kampus yang sampai menanyakan berulang kali kapan bukunya bakal cetak lagi, bahkan saya sudah janji mau mengirimkan teaser tulisan saya lewat email dia, tapi saya lupa melulu. Karena merasa bersalah kepada adik kelas tersebut, yang bahkan saya tidak kenal orangnya yang mana kalau di kampus, saya berubah pikiran tentang karya saya.
Tujuan saya berkarya adalah agar dibaca sebanyak-banyaknya orang dan orang tersebut terhibur dengan tulisan saya. Terhibur dalam berbagai macam arti. Nah, kenapa harus lewat penerbit? Karena menurut saya, penerbit akan membantu menjangkau pembaca dengan lebih mudah lewat akses ke berbagai toko buku. Di sinilah masalah saya, tidak tahu bagaimana cara mendapatkan akses ke toko buku. Selain itu, salah satu alasan-hanya salah satu-ingin menerbitkan buku karena ingin karya saya dihargai, dan harganya dapat saya gunakan untuk menghidupi diri saya. Untuk hal ini, saya masih merasa belum urgent, karena saya masih merasa cukup saat ini.
Ada ide terbersit terinsipirasi dari Pandji yang menerbitkan ebook secara gratis di website miliknya, walaupun ternyata di belakang itu, Pandji tetap mendapat rupiah untuk ebook tersebut dari sponsor di website miliknya. Sebuah ide yang menarik untuk dicoba. Dari rasa bersalah ke adik kelas dan ide Pandji ini saya memutuskan akan mempublikasikan karya saya dengan gratis, bahkan tanpa saya mendapat sponsor apapun di dalamnya. Ya iya sih, siapa saya, sok-sokan ada sponsor.
Saya akan mempublikasikan karya yang saya jadikan buku. Saya tidak akan mempublikasikannya langsung semua, tapi satu per satu, setiap dua minggu sekali. Karya ini akan saya terbitkan tiap malam minggu, atau minggu pagi. Jangan dibilang saya tidak ada agenda kalau malam minggu, ada! Kalau malam minggu, saya akan mempublikasikannya kira-kira tengah malam. Selain itu, tulisan tersebut ada bonusnya. Akan saya sertakan asal muasal inspirasi dari karya saya yang sebagian besar adalah kisah nyata dari teman-teman dan diri saya sendiri.
...
Sebenarnya saya ingin menulis sebuah catatan perjalanan kecil setiap hari, dari pertengahan Desember 2013 sampai pertengahan januari 2014. Isinya tentang berbagai hal yang membuat saya terkesan di setiap harinya. Tujuannya untuk membuat saya belajar bersyukur lebih baik lagi. Tapi, seperti biasa, kehidupan fakultas farmasi membuat rencana saya yang kesekian kalinya hanya menjadi wacana belaka. Jadwal yang seringkali melupakan bahwa mahasiswa adalah manusia muda biasa, telah banyak menggugurkan kreativitas cemerlang maupun bakat-bakat hebat yang ada. Kehidupan di farmasi bila dilihat dari sudut pandang saya, yang tentunya egois, hanyalah seputar cara menjadi mahasiswa yang fokus ke belajar dan pelatihan menjadi seorang pegawai yang baik.
Kehidupan di farmasi tidak hanya menyimpan hal-hal yang membuat saya menggerutu, masih ada sisi positif yang saya dapatkan. Lagipula, bila ada keluh-kesah yang keluar dari hati saya, itu tidak sepenuhnya kesalahan sistem yang ada. Saya juga ikut andil dalam kesalahan tersebut karena telah dengan sadar memilih farmasi sebagai jenjang pendidikan selanjutnya.
Itulah kenapa saya ingin membuat catatan yang berisi hal-hal yang membuat saya bersyukur agar hidup saya selanjutnya tidak lagi dipenuhi keluh-kesah, apalagi kehidupan saya di farmasi hanya tinggal beberapa bulan saja sepertinya. Bila Tuhan berkehendak lain, tentu saya tidak bisa mencegahNya.
Selain itu karena akhir-akhir ini saya merasa iri dengan teman-teman yang sudah lebih dulu lulus dan bekerja. Ini merupakan sebuah tanda bahaya, karena iri bisa jadi merupakan kufur nikmat, dan sudah menjadi janji Tuhan, bila nikmatNya tidak disyukuri, dan bila Ia berkehendak, maka nikmat-nikmat yang lain akan segera diambil. Mengerikan.
Menulis hal-hal yang mengesankan setiap hari, saya asumsikan dapat mengajarkan arti bahagia itu sederhana pada level yang lebih tinggi. Karena bahagia bukan hanya tentang mengejar apa yang menurut saya dapat membahagiakan diri saya, tetapi juga tentang mensyukuri apa yang telah saya miliki. Untuk yang terakhir, seringkali susah dilakukan, karena telah lama memiliki, akhirnya arti dari hal-hal yang telah dimiliki menjadi bias. Sampai akhirnya, apa yang dimiliki hilang baru mengerti seberapa besar artinya.




...
Akhir-akhir ini saya merasa bosan dengan tulisan saya sendiri yang begitu-begitu saja. Ada banyak ide, yang kemudian ketika saya tulis lalu saya baca ulang terasa tidak ada perkembangan dari tulisan sebelumnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut.
Yang pertama adalah tidak ada teman berdebat. Walaupun saya terkesan sangat woles menjalani hidup, tapi saya senang kalau membahas masalah yang serius. Membahas hal-hal serius membuat saya memiliki rasa ingin tahu yang baru, dan rasa ini menuntun semangat saya menjadi liar.
Yang kedua adalah tidak adanya teman cerita. Dulu sebelum saya meninggalkan dunia facebook, banyak yang curhat kepada saya tentang berbagai masalah, mulai dari percintaan sampai masalah rumah tangga. Ada yang tidak kenal bahkan sampai menghubungi berulang untuk memberi solusi permasalahan cintanya. Ada politisi muda Jawa Tengah yang terkadang ikut bertutur kata. Ada juga yang sedikit ngeri ketika mereka yang menurut agama saya memiliki kelainan seksual ikut curhat sampai meminta bertemu. Bahkan ada juga teman dari Afrika, yang entah kenapa saya juga menanggapi curhatan tentang impiannya. Dari curhatan-curhatan teman dekat sampai orang-orang yang tidak saya kenal inilah tempat saya belajar, yang memberi saya kesempatan untuk membuka cakrawala berpikir. Sayangnya, sekarang sudah sepi yang curhat kepada saya. Mungkin karena sudah sama-sama dewasa, jadi bisa mengatasi masalah sendiri. Ketidak-hadiran para curhaters membuat saya memiliki waktu untuk introspeksi diri, dan ternyata banyak sekali masalah yang saya miliki. Masalah-masalah ini seringkali membuat saya bingung menyelesaikannya, hingga akhirnya berujung kepada pertanyaan paling sakti: aku kudu piye?
Yang ketiga adalah saya kurang memiliki ilmu untuk mengembangkan cerita, seorang teman mengatakan karakter dalam cerita saya rata-rata memiliki kesamaan watak. Saya mengamini pernyataan tersebut. Karenanya, saya sedang dalam tahap mencari ilmu untuk menambah detail dalam cerita. Semoga saya bisa mencari celah-celah diantara deadline yang saling kejar. Sampai nanti memiliki ilmunya, mungkin saya akan rehat sejenak menulis cerita-cerita, mungkin nanti hanya akan kamu temui puisi.
Tulisan saya selanjutnya, akan berisi banyak hal yang tidak melulu soal cinta. Atau mungkin tetap cinta namun dengan level yang lebih tinggi. Saya ingin sekali menulis hal-hal baru, agar tulisan saya nantinya dapat berbagi tentang hal yang lebih bernilai. Lagipula, saya juga sudah bosan dengan cinta-cintaan. Dikelilingi oleh tukang sajak yang menggegap-gempitakan cinta tentang sepasang kekasih membuat saya geli, lama-lama geli itu berubah menjadi muak. Seperti yang sering saya katakan, semakin diumbar semakin palsu, saya hanya khawatir karena semakin sering dibicarakan tanpa pemahaman lebih dalam, lama-lama makna cinta sesungguhnya pudar dan menjadi dangkal. Saya hanya ingin menemukan pengertian tentang cinta yang baru, yang selama ini belum saya ketahui dengan jelas, dan tentunya pengertian yang lebih dewasa.
Saya butuh kedewasaan itu karena sebentar lagi saya tidak lagi di farmasi dan akan mulai menapaki muka bumi. Waktu dimulainya perjalanan baru saya tidak lama lagi, hanya butuh waktu beberapa bulan saja. Apalagi mulai januari waktu akan menjadi lebih cepat, berbagai deadline akan saling kejar, lalu waktu menjadi terasa singkat. Awal tahun sudah harus berjibaku dengan ujian, kemudian disusul sidang proposal, penelitian, terus berkejaran hingga skripsi nanti menghadang.
Semoga, bergulirnya waktu dengan cepat tidak membuat saya dan kamu lalai menjadikan diri pribadi yang lebih baik.

NB : karya saya yag pertama akan saya publikasikan di posting selanjutnya. 




0 komentar:

Posting Komentar