Senin, 17 November 2014

Percakapan Di Ruang Keluarga



Dewa-dewi waktu, malam, pagi, siang dan sore, sedang menikmati masa rehat di ruang keluarga. Ruangan itu dipenuhi aroma teh poci dan melati. Mereka tak begitu suka menikmati masa rehat dengan ditemani kopi, lantaran kopi memiliki kafein yang lebih sedikit daripada teh.

Berbagai macam cerita pada masing-masing masa diperbincangkan, mulai dari kesepakatan memberi jatah hujan turun pada tiap masa, hingga perbincangan remeh mendekati tak berarti selayaknya obrolan manusia, seperti berdebat tentang jumlah pengagum sore-pemilik senja-yang kian banyak jumlahnya.

Siang yang memiliki pengagum paling sedikit, membeberkan fakta tentang pengagum sore. "Kalian tahu, mereka berburu senja hanya untuk menaikkan kasta!" ia memulai argumen dengan suara keras seperti biasa. "Kebahagian jiwa mereka bukanlah karena rasa yang tercipta kala raga menatap senja, kebahagiaan jiwa mereka hadir ketika manusia lainnya mengagumi rekaman senja mereka!"

"Sebenarnya mereka bahagia karena menikmati karya, bukan karena senja, begitu menurutmu?" tanya dewi malam yang kala itu menggulung rambut panjangnya ke atas, menyisakan pemandangan leher jenjang dan beberapa helai rambut yang terjuntai.

"Tidak semua tentunya, … kan?" sahut pagi.

Siang berdiri ke arah meja, tempat teh poci mendinginkan diri, sambil melanjutkan argumennya. "Tentu saja tidak, tapi banyak dari mereka yang berkarya tentang senja hanya untuk mendapat pujian dari manusia lainnya. Puisi misalnya, mereka merangkai kata tanpa menyertakan jiwa senja di dalamnya, yang disertakan mereka hanyalah jiwa manusia yang merasa indah serta layak dikagumi. Aku ragu pada pribadinya yang menyebut diri sendiri tukang sajak."

Dewi sore yang menjadi rujukan pembicaraan akhirnya angkat suara. "Ya, aku tahu itu. Aku mengetahui itu sudah sejak lama, dan telah lama pula aku gelisah karenanya." Ia berhenti sejenak, mengambil cangkir teh poci yang ditawarkan siang. "Peradaban manusia saat ini menjauhkan mereka dari spiritualitas. Mereka telah mulai berlari dari pemahaman kepada jiwa, kepada alam, dan kepada pencipta. Hidup mereka sekarang hanya tersisa-semoga aku salah-tentang baik dan buruk serta benar dan salah. Tuhan dari diri mereka kini adalah pengakuan manusia. Ini bak bila mendapat pengakuan baik atau benar semakin banyak, semakin alim pula manusia itu."

"Terpujilah manusia-manusia yang dengan sederhana menikmati hidup, dan tak sekalipun ia berkacak pinggang mengatakan ia menikmati hidup."

Doa dewi malam diamini ketiga saudaranya.

0 komentar:

Posting Komentar